Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah berencana melakukan pembatasan BBM bersubsidi pertalite mulai 1 Oktober 2024. Ini mundur dari rencana awal 1 September.
Rencana pembatasan sudah dikonfirmasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Ia menjelaskan dasar izin pembatasan pertalite dan BBM subsidi bakal berupa peraturan menteri (permen) ESDM.
Ia mengindikasikan permen nan mengatur pembatasan BBM subsidi bakal bertindak mulai 1 Oktober 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan pembatasan BBM subsidi semula direncanakan tertuang di dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Namun, pemerintah kemungkinan tidak melanjutkan proses revisi beleid tersebut.
"Memang ada rencana begitu (berlaku 1 Oktober), lantaran begitu aturannya keluar, permennya keluar kan itu ada waktu sosialisasi. Nah, waktu sosialisasi ini nan sedang saya bahas," ujar Bahlil saat ditemui di Kompleks DPR RI, Selasa (27/8).
Menurutnya, BBM subsidi kudu tepat sasaran. Bahlil pun mengingatkan agar kendaraan roda empat, khususnya mobil mewah tak ikut minum pertalite. Ia menegaskan Pertalite hanya untuk masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
"Kalau (mampu kayak) kita tetap menerima BBM subsidi, apa kata bumi bos?" ucap Bahlil.
Kendati, Bahlil belum bisa membocorkan kriteria kendaraan seperti apa nan bakal diperbolehkan mendapat subsidi BBM. Ia mengatakan saat ini pembahasan tetap terus berlanjut.
Dalam draf revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014, salah satu kriteria pembatasan nan diusulkan ialah berasas kapabilitas mesin mobil. Rinciannya, untuk mobil di bawah 1.400 cubicle centimeter (cc) dan untuk motor di bawah 250 cc.
Artinya, mobil dan motor nan tidak memenuhi kriteria tersebut tidak diperbolehkan menenggak BBM subsidi.
Pada kesempatan berbeda, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pembatasan memang perlu dilakukan.
Ia mengungkap dua argumen di pentingnya pembatasan itu. Pertama, persoalan polusi udara, terutama di kota besar seperti Jakarta. Kedua, demi efisiensi APBN.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menjelaskan pembatasan pembelian BBM subsidi sebenarnya adalah pengurangan volume pertalite di pasaran. Tujuannya, untuk mengurangi anggaran subsidi untuk Pertalite secara nasional.
Jadi, pembatasan pembelian pertalite adalah sisi lain dari pengurangan anggaran subsidi untuk BBM, tanpa meningkatkan harganya di pasaran.
Meski demikian, dengan kacamata itu, Ronny mengatakan tentu imbasnya tak bakal jauh berbeda dengan meningkatkan nilai pertalite. Pasalnya, dengan pembatasan tersebut, konsumen nan selama ini mengonsumsi pertalite mau tak mau kudu beranjak ke BBM non subsidi nan harganya lebih mahal.
"Maka otomatis kelas menengah nan dikatakan oleh pemerintah tak layak menerima subsidi bakal mengalami tambahan tekanan daya beli. Untuk menyikapi itu, golongan nan bakal kehilangan akomodasi BBM subsidi ini bisa saja berakhir menggunakan kendaraan dan beranjak ke moda transportasi lain, sehingga pendapatannya tidak tertekan," jelas Ronny kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/9).
"Tapi bisa juga tetap menggunakan kendaraan, dengan keharusan untuk beranjak ke BBM non subsidi, lampau mengalami tekanan pada pendapatannya," imbuhnya.
Menurut dia, pilihan itu berisiko. Dengan pendapatan nan tidak naik, maka konsumsi atas kebutuhan lain berpotensi dihentikan alias disubstitusikan dengan peralatan alias jasa nan lebih murah harganya. Hal itu bisa berakibat ke ekonomi dalam negeri.
Pasalnya, tekanan itu bisa memicu penurunan konsumsi rumah tangga dari kelas menengah nan kehilangan subsidi BBM.
Sementara bagi golongan upaya nan kehilangan akomodasi BBM subsidi, Ronny mengatakan mereka tentu bakal meningkatkan nilai produk dan jasa nan mereka produksi.
Contohnya, jika upaya nan dijalankan adalah jasa transportasi, maka biaya transportasi bakal naik. Sementara jika usahanya adalah UMKM makanan, maka nilai makanan nan mereka produksi bakal naik alias volume dan ukurannya bakal dikurangi.
Artinya, pembatasan penjualan Pertalite memang mempunyai potensi meningkatkan harga-harga peralatan dan jasa tertentu di satu sisi dan menekan daya beli masyarakat di sisi lain.
Oleh karena itu, Ronny menyampaikan jalan terbaik agar pembatasan pembelian BBM subsidi tidak memberatkan masyarakat adalah penerimanya kudu betul-betul pihak nan tepat. Begitu juga tambahnya, dengan golongan nan dibatasi.
"Dengan kata lain, mekanismenya kudu betul-betul jelas di satu sisi dan berbasiskan info nan juga jelas di sisi lain, sehingga betul-betul tepat sasaran," tegasnya.
Agar kebijakan itu bisa tepat, dia menyarankan sejumlah opsi, di antaranya dengan sistem kartu, aplikasi seperti My Pertamina, pengawasan jenis kendaraan dan jenis konsumen, dan sejenisnya. Hal ini guna memastikan ketepatan dan kecermatan info agar subsidi tidak salah sasaran.
Ia menilai kebijakan ini bisa dimulai kapan saja jika mekanismenya sudah jelas, sistemnya sudah ada, dan datanya sudah akurat. Kebijakan juga kudu didahului dengan sosialisasi dan edukasi publik nan masif.