BPS Singgung Krismon 1998 Usai RI Deflasi 4 Bulan Beruntun

Trending 1 week ago

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Pusat Statistik (BPS) menyinggung krisis moneter (krismon) dan krisis ekonomi 2008 ketika Indonesia mengalami deflasi selama 4 bulan beruntun sejak Mei 2024 hingga Agustus 2024.

Deflasi pada Mei 2024 tercatat 0,03 persen secara bulanan (month to month/mtm), semakin dalam di Juni 2024 sebesar 0,08 persen, dan tak lebih baik pada Juli 2024 nan menembus 0,18 persen. BPS mencatat deflasi mulai membaik pada Agustus 2024, ialah kembali ke level 0,03 persen mtm.

"Deflasi Agustus 2024 ini lebih rendah dibandingkan Juli 2024, dan merupakan deflasi keempat pada 2024," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (2/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pudji mengatakan sebenarnya kejadian deflasi berturut-turut bukanlah peralatan baru di Indonesia. Ia mencontohkan kasus serupa alias apalagi lebih parah pernah terjadi sebelumnya.

Ia mencontohkan kejadian serupa terjadi setidaknya pada tiga fase. Deflasi berturut-turut juga menjangkiti Indonesia pada 1999, 2008, dan 2020 lalu.

"Pada 1999 setelah krisis finansial Asia, Indonesia mengalami deflasi 7 bulan berturut-turut selama Maret 1999-September 1999. Ini sebagai akibat depresiasi nilai tukar dan penurunan nilai beberapa jenis barang," tuturnya.

"Periode deflasi lainnya terjadi pada Desember 2008 dan Januari 2009. Selama krisis finansial global, kemudian deflasi lantaran penurunan nilai minyak dunia, dan juga permintaan domestik nan melemah," sambung Pudji soal deflasi pada saat krisis ekonomi dunia 2008.

Pudji mengatakan deflasi beruntun juga terjadi saat Indonesia mengalami covid-19 nan membikin daya beli masyarakat turun. Pada 2020 terjadi deflasi tiga bulan berturut-turut sejak Juli 2020 hingga September 2020.

Ia merinci ada 4 golongan pengeluaran nan mengalami deflasi. Ini meliputi golongan makanan, minuman, dan tembakau; busana dan dasar kaki; transportasi; serta informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

"Pada 2024 fenomenanya (deflasi) didukung sisi penawaran alias supply side. Andil deflasi disumbang lantaran penurunan nilai pangan, seperti produk tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan baik lantaran biaya produksinya nan turun sehingga nilai di tingkat konsumen juga ikut turun," jelas Pudji.

"Ini juga lantaran seiring dengan adanya panen raya sehingga pasokannya berlimpah dan hasilnya nilai juga ikut turun," imbuhnya.

BPS menegaskan deflasi 4 bulan sepanjang tahun ini lebih disebabkan dari sisi supply alias penawaran.

Pudji mengatakan pihaknya tetap perlu mengkaji lebih lanjut soal akibat deflasi tahun ini. Misalnya, apakah deflasi juga berakibat pada penurunan pendapatan masyarakat di subsektor pertanian, hortikultura, dan peternakan.

"Untuk menjaga daya beli, khususnya untuk konsumsi makanan, maka diduga rumah tangga bakal menahan konsumsi non-makanannya. Sehingga semestinya terlihat pada turunnya permintaan alias demand dari konsumsi non-makanan," prediksi BPS.

Khusus untuk deflasi di Agustus 2024, BPS menyatakan memang kejadian ini nyaris selalu terjadi di bulan tersebut sepanjang lima tahun terakhir. Pengecualian terjadi pada Agustus 2021 nan mengalami inflasi.

Sedangkan komoditas utama penyumbang deflasi pada Agustus 2024 adalah bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras. Masing-masing menyumbang andil deflasi sebesar 0,08 persen, 0,03 persen, 0,03 persen, dan 0,02 persen.

(skt/agt)