Jakarta, CNN Indonesia --
Dua personil family Presiden Joko Widodo, ialah putra bungsu, Kaesang Pangarep dan menantunya Bobby Nasution menjadi sorotan lantaran diduga menerima gratifikasi lewat akomodasi jet pribadi.
Kehebohan bermulai kala Istrinya, Erina Gudono mengunggah foto jendela pesawat berbentuk oval di akun Instagramnya @erinagudono. Warganet menduga gambar itu merupakan jendela private jet, berbeda dengan pesawat komersial.
Isu itu lantas berkembang hingga ke dugaan gratifikasi. Sejumlah pihak menduga Kaesang menggunakan jet pribadi Gulfstream G650E milik Garena, perusahaan asal Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Bobby diketahui menggunakan jet pribadi melalui foto nan tersebar di media sosial. Terlihat Bobby di kawal sejumlah orang bersiap menaiki pesawat pribadi.
Buntutnya, Kaesang dan Bobby dilaporkan ke KPK. Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango memastikan bakal mengundang keduanya untuk klarifikasi.
"Iya pasti, hanya apakah kudu dipanggil duluan alias belakangan itu bisa dilihat nanti," ujar Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9) petang.
Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha menyatakan KPK kudu berani dalam menangani kasus ini.
"Saya pikir itu bukan suatu perihal nan susah lantaran KPK sudah melakukan ini ribuan kali. Semua kasus suap, gratifikasi nan ada di KPK sejak berdiri sampai hari ini, selalu melalui orang dekatnya," kata Praswad kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/9).
Praswad menduga sikap KPK nan seakan bertele-tele menangani kasus ini karena ada intervensi dari pihak luar.
Padahal, menurutnya dalam kasus ini KPK telah mengantongi perangkat bukti nan cukup lengkap.
"Enggak perlu seorang interogator dan penyelidik KPK. Netizen saja itu bisa menyusun perangkat bukti nan lengkap, tinggal buka Twitter, enggak perlu lembaga negara," ucap dia.
Praswad pun turut mengkritisi pihak nan menyebut bahwa Kaesang bukan penyelenggara negara.
Ia mencontohkan kasus gratifikasi nan menjerat Rafael Alun beberapa waktu lalu. Saat itu, kasus itu justru terbuka lantaran kasus pemukulan oleh anak Rafael, Mario Dandy terhadap David Ozora.
"Mario kan juga bukan penyelenggara negara, pada saat itu ditanyakan kenapa dia bisa punya mobil, pola hidupnya nan tidak normal, itu kan bergulirnya juga sebenarnya logikanya Mario Dandy bukan penyelenggara negara. Tapi nan penyelenggara negara adalah bapaknya," ujarnya.
Dalam bangunan hukum, kata Praswad, penerima gratifikasi tidaklah kudu berstatus penyelenggara negara.
Alasannya, orang dekat seorang penyelenggara negara bisa menjadi sarana untuk menerima gratifikasi dari seorang penyelenggara negara.
"Jadi logikanya kan bakal jadi kandas pikir alias logikanya jadi sesat pikir, jika kita beranggapan alias lembaga penegak norma beranggapan gratifikasi itu hanya dianggap sebagai gratifikasi, jika kita memberikan kepada orang nan jadi penyelenggara negara," ucap dia.
Ia pun mewanti-wanti agar pola pikir itu tak menjadi pegangan bagi abdi negara penegak hukum.
Praswad berkeyakinan bahwa seluruh kasus nan bergulir di KPK, pemberiannya pasti takkan pernah melalui penyelenggara negara secara langsung. Melainkan pasti lewat orang terdekatnya.
"Kalau misalnya pendapat itu didukung oleh APH sekarang alias KPK beranggapan seperti itu, maka seluruh kasus di KPK kudu batal demi hukum," tegasnya.
Sementara peneliti dari Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Saksi FH Unmul) Herdiansyah Hamzah beranggapan KPK seakan lamban dan bertele-tele mengusut kasus nan melibatkan dua family presiden ini.
"Lamban dan bertele-telenya KPK mengusut dugaan gratifikasi Kaesang dan Bobby ini, mengesankan dirinya (KPK) takut di hadapan kekuasaan," kata Castro.
Secara hukum, Castro mengatakan ini merupakan akibat dari revisi UU KPK pada 2019 lalu. Ia menyebut lewat revisi UU, KPK menjadi lembaga nan berada di bawah presiden.
"Jadi tidak heran jika KPK juga enggan memanggil dan memeriksa Kaesang ataupun Bobby. KPK tidak lebih dari bawahan presiden, jangan berambisi perkara ini ditangani secara serius," ucapnya.
Di sisi lain, KPK menegaskan tidak ada intervensi terhadap KPK dalam menangani laporan tersebut.
"Sama sekali tidak ada tekanan. Bahwa KPK berambisi kerabat K (Kaesang) ini melakukan penjelasan sendiri itu dari awal sudah disampaikan oleh ketua alias Pak AM (Alexander Marwata), sebenarnya juga agar rumor ini tidak melebar ke mana-mana," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto beberapa waktu lalu.
Penanganan laporan nan melibatkan Kaesang dan Bobby telah dilimpahkan KPK dari Direktorat Gratifikasi ke Direktorat PLPM. Alasannya, sudah ada pengaduan nan disampaikan oleh masyarakat nan diterima oleh KPK.
(mnf/isn)
[Gambas:Video CNN]