Jakarta, CNN Indonesia --
Peribahasa "Jangan menilai kitab dari sampulnya" mungkin sering Anda dengar sehari-hari. Sebenarnya, apa makna ungkapan bijak jangan menilai kitab dari sampulnya?
Peribahasa yang menggunakan afinitas kitab ini mengajarkan kita untuk lebih memahami isi alias karakter dari seseorang alias sesuatu sebelum membikin penilaian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peribahasa adalah ungkapan alias kalimat ringkas dan padat nan berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup alias patokan tingkah laku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peribahasa biasanya mengiaskan maksud tertentu dan mempunyai makna nan tidak bisa diartikan secara harfiah.
Meski karakternya berupa kiasan, peribahasa sering digunakan untuk memberikan nasihat alias aliran moral, mengkritik alias menyindir secara halus, hingga menyampaikan pemikiran alias pendapat secara tidak langsung.
Dari sekian banyak peribahasa, "Jangan memandang kitab dari sampulnya" termasuk salah satu contoh peribahasa nan terkenal digunakan di beragam kalangan.
Supaya lebih jelas, simak penjelasan dan makna dari peribahasa "Jangan menilai kitab dari sampulnya" nan dirangkum dari beragam sumber.
Apa makna peribahasa Jangan menilai kitab dari sampulnya?
Peribahasa "Jangan menilai/melihat kitab dari sampulnya" dalam jenis bahasa Inggris adalah "Don't judge a book by its cover".
Berbagai sumber menyebut, asal-usul pasti dari mana peribahasa ini susah ditentukan. Hanya saja, ungkapan "Don't judge a book by its cover" disebut diambil dari novel karya George Eliot berjudul "The Mill on the Floss" (1860).
Arti peribahasa ini mengingatkan kita untuk tidak menilai kualitas alias isi sebuah kitab hanya berasas tampilan sampulnya.
Sebab sampul nan menarik belum tentu menjamin isi nan berkualitas, begitu pula sebaliknya. Buku dengan sampul sederhana mungkin menyimpan pengetahuan nan sangat berharga.
Makna lebih luas pepatah Jangan menilai kitab dari sampulnya
Peribahasa "Jangan menilai kitab dari sampulnya" mengajarkan kita untuk tidak menilai seseorang alias sesuatu hanya berasas penampilan luarnya saja.
Selain itu, peribahasa tersebut membujuk kita untuk lebih terbuka terhadap beragam kemungkinan. Seperti mendorong kita untuk tidak membikin dugaan sigap berasas kesan pertama, serta mengingatkan untuk menggali lebih dalam sebelum membikin penilaian.
Peribahasa "Jangan memandang kitab dari sampulnya" juga dapat dijadikan prinsip dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai konteksnya, sebagai berikut.
1. Interaksi sosial
- Tidak menilai seseorang hanya dari penampilan fisiknya.
- Memberi kesempatan untuk mengenal orang lebih dalam.
2. Pekerjaan
- Tidak meremehkan keahlian seseorang berasas latar belakang alias penampilannya.
- Menilai tenaga kerja berasas kinerja, bukan stereotip.
3. Pendidikan
- Tidak mengabaikan potensi siswa berasas prestasi awal alias latar belakang keluarganya.
- Memberikan kesempatan nan sama kepada semua siswa untuk berkembang.
4. Bisnis
- Tidak menilai kualitas produk alias jasa hanya dari kemasannya.
- Melakukan riset mendalam sebelum mengambil keputusan investasi.
5. Seni
- Menghargai karya seni tidak hanya dari ketenaran alias harganya.
- Memahami konteks dan makna di kembali sebuah karya.
Peribahasa "Jangan memandang kitab dari sampulnya" mengajarkan kita untuk lebih bijak dalam menilai orang, situasi, alias hal-hal di sekitar kita.
Ini juga mendorong kita untuk menggali lebih dalam, bersikap lebih terbuka, dan menghindari prasangka berasas penampilan luar semata.
Dengan menerapkan prinsip ini, kita dapat membangun hubungan nan lebih bermakna, membikin keputusan nan lebih baik, dan memperkaya pengalaman hidup kita.
Demikianlah penjelasan mengenai apa makna peribahasa jangan menilai kitab dari sampulnya.
(avd/fef)