Jakarta, CNN Indonesia --
Pakar kegempaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap salah satu ancaman dari gempa nan berasal dari megathrust adalah kejadian tanah bergerak atau likuifaksi. Simak penjelasannya.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa menjelaskan ada dua jenis ancaman bahaya dari megathrust, primer dan sekunder. Menurut Rahma likuifaksi masuk dalam ancaman sekunder.
"[Likuifaksi] terjadi di wilayah nan biasanya dari pasir dan jenuh air, kena guncangan. Jadi, jika ada pasir nan jenuh air, terkena guncangan nan kuat, itu bisa terjadi likuifaksi, itu biasanya kita temukan di wilayah pesisir," jelas Rahma.
"Likuifaksi itu kayak tanah nan tiba-tiba jadi kayak lumpur, jadi dia kehilangan daya dukung tanahnya, jika ada barang berat di atasnya, dia bakal amblas ke bawah," lanjutnya.
Imam Achmad Sadisun, mahir pengetahuan bumi dari ITB, menjelaskan likuifaksi secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan material nan padat, dalam perihal ini berupa endapan sedimen alias tanah sedimen, nan akibat gempa, material tersebut berubah karakternya seperti cairan.
Menurut Imam, likuifaksi hanya bisa terjadi pada tanah nan jenuh air [saturated]. Air tersebut terdapat di antara pori-pori tanah dan membentuk tekanan air pori.
"Karena adanya gempa bumi nan umumnya menghasilkan style guncangan nan sangat kuat dan tiba-tiba, tekanan air pori tersebut naik seketika, hingga terkadang melampaui kekuatan gesek tanah tersebut. Proses itulah nan menyebabkan likuifaksi terbentuk dan material pasir penyusun tanah menjadi seakan melayang di antara air," jelas Imam pada 2018, mengutip laman resmi ITB.
Menurut Imam likuifaksi umumnya terjadi pada gempa di atas Magnitudo 5, dengan kedalaman sumber gempanya termasuk dalam kategori dangkal. Material nan terlikuifaksi umumnya berada pada kedalaman sekitar 20 meter, meski terkadang bisa lebih, tergantung penyebaran tanah.
Ia mengatakan likuifaksi hanya terjadi di bawah muka air tanah setempat, tidak terjadi di atas muka air tanah.
Rovicky Dwi Putrohari, mahir geologi, pada tahun 2018 juga sempat menjelaskan likuifaksi terjadi lantaran getaran gempa, bukan lantaran tsunami. Fenomena ini menurutnya banyak dan nyaris semua kejadian kegempaan muncul likuifaksi.
"Likuifaksi terjadi lantaran ada getaran gempa nan memicu terjadinya fraksi (butiran) kasar nan terkumpul di bawah dan butiran lembut serta air bakal keluar," jelas Rovicky.
Fenomena ini mengakibatkan turunnya daya dkung tanah terhadap tekanan di atasnya. Likuifensi merupakan kejadian alamiah nan terjadi lantaran adanya aktivitas kegempaan.
"Likuifaksi ini jika diibaratkan seperti kita sedang mengetuk-ngetuk toples untuk memasukkan suatu barang agar ada banyak nan masuk ke dalamnya. Ini menyebabkan cairan alias material lembut berada di atas," imbuhnya.
(tim/dmi)
[Gambas:Video CNN]