Pengusaha-Petani Kritik Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Trending 3 weeks ago

CNN Indonesia

Rabu, 11 Sep 2024 20:00 WIB

Gabungan pengusaha rokok dan petani tembakau mengkritik standardisasi bungkusan produk tembakau dan rokok elektrik polos tanpa merek nan dijalankan pemerintah. Gabungan pengusaha rokok dan petani tembakau mengkritik standardisasi bungkusan produk tembakau dan rokok elektrik polos tanpa merek nan dijalankan pemerintah. Ilustrasi. ( CNN Indonesia/Safir Makki).

Jakarta, CNN Indonesia --

Gabungan pengusaha rokok dan petani tembakau mengkritik kebijakan standardisasi nan dilakukan pemerintah dengan penerapan bungkusan produk tembakau dan rokok elektrik polos tanpa merek.

Kebijakan itu diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) nan merupakan patokan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Kritik mereka sampaikan dalam pernyataan sikap nan dibacakan di instansi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Rabu (11/9). Mereka merupakan perwakilan dari APINDO, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka mengatakan penerapan kebijakan bungkusan polos itu justru berpotensi membikin pelaku upaya rokok terlarangan dapat semena-mena memalsukan bungkusan produk resmi serta tidak bayar cukai. Hal ini bakal berakibat negatif bagi seluruh mata rantai industri hasil tembakau Indonesia, maupun bagi negara.

"Karenanya, kami minta pemerintah tidak semakin menyuburkan peredaran rokok terlarangan dengan mendorong izin eksesif," kata mereka.

Mereka meminta agar Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto membatalkan patokan tersebut.

"Kami memohon kepada bapak presiden dan bapak presiden terpilih agar tidak menyetujui ketentuan standarisasi berupa bungkusan polos dengan menghilangkan identitas merek produk tembakau dalam RPMK nan bakal segera disahkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Hal ini berpotensi mendorong makin maraknya produk terlarangan nan merugikan semua pihak dan menggerus penerimaan negara," kata mereka.

Dalam kesempatan itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi menyayangkan kebijakan tersebut. Menurutnya, industri hasil tembakau (IHT) berkedudukan krusial dalam menggerakkan perekonomian.

IHT, katanya, merupakan sumber penerimaan negara nan cukup besar. Hal itu terlihat dari pendapatan negara nan berasal dari cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok sebesar Rp218,6 triliun pada 2022 dan sebesar Rp213,5 triliun.

Angka tersebut katanya lebih besar dibandingkan dividen nan disetorkan BUMN ke negara. Dividen BUMN tercatat sebesar sebesar Rp40 triliun pada 2022 dan sebesar Rp81,2 triliun pada 2023.

"tu termasuk semua BUMN, bank dan Pertamina, semuanya digabung hanya Rp80 triliun. Sementara kami Rp231 triliun. Jadi dalam perihal ini, kami merasa peran industri hasil tembakau sangat dan tetap banget penting," katanya.

[Gambas:Video CNN]

(fby/agt)