Jakarta, CNN Indonesia --
Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dan rivalnya dari Partai Republik, Donald Trump, untuk pertama kalinya berhadapan dalam debat capres Pilpres AS 2024 pada Selasa (10/9).
Debat itu digelar di Philadelphia nan diselenggarakan oleh ABC News. Kedua belah pihak mengawali perdebatan dengan saling berjabat tangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Topik debat capres tersebut beragam, mulai dari masalah ekonomi, kewenangan aborsi, Proyek (Project) 2025, kejadian kerusuhan di Capitol, hingga Israel-Palestina.
Lantas, siapa nan memenangkan debat capres?
Berdasarkan jajak pendapat CNN, para pengamat debat menyatakan Kamala Harris unggul jauh dibandingkan Trump dengan nilai 63:37. Survei YouGov juga menunjukkan Harris menang di antara bunyi pemilih terdaftar dengan capaian 43:28.
Para master di Fox News juga sepakat bahwa Harris sukses menekuk Trump.
Penampilan Harris pada malam hari itu memang sukses membikin Trump kacau lantaran Wakil Presiden petahana itu berulang kali menyenggol sang eks Presiden dengan serangkaian rumor sensitif bagi Trump, sebut saja peristiwa di Capitol hingga Project 2025.
"Dia memenangkan debat dan bukan hanya secara default," kata guru besar retorika dan pembelaan publik Universitas Hofstra, Tomeka M Robinson, kepada Al Jazeera.
Robinson menilai Trump semestinya bisa membikin penampilan nan lebih baik jika saja dia "berpegang pada keberhasilannya dalam kebijakan tertentu."
"Trump perlu bicara tentang ide-ide kebijakannya daripada mengandalkan retorika rawan nan sama mengenai imigran dan keadilan reproduksi," ujarnya.
Tammy R Vigil, guru besar media di Universitas Boston nan berfokus pada komunikasi politik, juga menilai Harris sukses memenangkan debat lantaran "tahu persis tombol apa nan kudu ditekan" untuk memancing emosi Trump.
Trump sendiri gugur lantaran terkecoh dengan emosinya sendiri selama perdebatan.
"Ucapannya sangat jarang berbasis kebenaran dan sering kali sangat berjuntai pada upaya mendesak respons emosional alih-alih logis dari pemirsa. Dia melakukan perihal nan sama tadi malam," ucap Vigil kepada Al Jazeera.
David A Frank, seorang guru besar retorika di University of Oregon, juga mengatakan kepada Al Jazeera bahwa strategi Harris pada malam itu ialah untuk mengadili Trump.
"Harris telah mengangkat pesona jaksa selama kampanye ini," tutur Frank.
Nick Beauchamp, seorang guru besar pengetahuan politik di Northeastern University, menyayangkan penampilan Trump nan kehilangan kendali akibat serangan intens Harris.
Ia pun membandingkan debat kali ini dengan debat Trump-Joe Biden sebelumnya.
"Dalam debat pertama, di saat Biden terutama menjadi pemasok nan menghancurkan dirinya sendiri, Trump mengambil sorotan dengan tetap tenang, dan tetap menyampaikan pesannya," kata Beauchamp.
"Sebaliknya, dalam debat Harris-Trump, sindiran, olokan, dan hinaan Harris nan terus-menerus tampaknya memainkan peran besar nan menyebabkan Trump berpenampilan buruk, dengan kemarahan nan konstan dan celaan nan tidak koheren," ucapnya.
Ia kemudian melanjutkan, "Jadi dalam perihal ini, Harris secara aktif menyebabkan Trump kalah, meskipun lebih banyak dengan secara aktif menyebabkan Trump bertindak jelek daripada secara aktif menampilkan dirinya dalam perspektif pandang nan terbaik."
(blq/rds)
[Gambas:Video CNN]