Sulit Keluar dari Tempat Kerja, Jepang Punya Agensi Pengunduran Diri

Trending 1 week ago

Jakarta, CNN Indonesia --

Ingin berakhir bekerja namun rasanya terlalu susah untuk betul-betul keluar dari perusahaan tempat Anda bekerja. Mungkin inilah nan dirasakan sebagian besar para pekerja di Jepang.

Mereka apalagi kudu menyewa master pengunduran diri agar bisa dengan tenang keluar dari instansi nan telah 'menjebak' mereka secara tidak langsung.

Hal inilah nan juga dilakukan Yuki Watanabe, nan dulu menghabiskan 12 jam setiap hari, bekerja keras di instansi namun tetap dianggap sebagai jam kerja nan singkat. Beberapa perusahaan menerapkan jam kerja 9-9 ja dan dianggap sebagai jam kerja minimun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya paling lambat meninggalkan instansi sekitar jam 11 malam," kata wanita 24 tahun tersebut.

Watanabe bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi dan pembayaran elektronik nan cukup besar di Jepang. Tuntutan kerja di sana memang cukup intens, dia mulai mengalami masalah kesehatan.

"Kaki gemetar dan masalah perut," kata dia menceritakan masalah kesehatan nan dialami. Watanabe menggunakan nama samaran kepada CNN untuk melindungi masa depannya di bumi kerja.

Saat menyadari beragam masalah kesehatan mulai muncul, dia sadar kudu segera berakhir dari pekerjaan itu. Tapi ada satu perihal nan menghalangi, ialah budaya kerja di Jepang nan terkenal Top-Down.

Meminta pulang lebih sigap alias apalagi mengambil kewenangan libur saja sulit. Apalagi mengundurkan diri, semua ini dianggap sebagai corak tidak menghormati pemberi kerja. Karena banyak nan memang mendedikasikan diri tak pindah kerja hingga masuk masa pensiun.

Bahkan ada kasus pemimpin merobek surat pengunduran diri dan memaksa bertahan. Hal ini juga membikin Watanabe semakin tidak berani untuk mengundurkan diri.

Dia akhirnya menemukan langkah untuk berhenti. Dia meminta support ke Momuri, pemasok pengunduran diri nan banyak membantu tenaga kerja pemalu meninggalkan pemimpin mereka.

Industri ini sudah berdiri lama, apalagi sebelum pandemi Covid-19 muncul. Popularitasnya kian meningkat. Bahkan mendorong tenaga kerja Jepang untuk merenungkan kembali jalan pekerjaan nan dipilih.

Manajer Operasi Momuri, Shiori Kawamata mengatakan, hingga 2023 lalu, mereka menerima hingga 11 ribu pertanyaan soal pengunduran diri dari para klien. Momuri sendiri mempunyai makna 'Saya Tidak Bisa Melakukan Ini Lagi' bisnisnya berdiri di Tokyo.

Hanya dengan biaya 22 ribu yen alias setara Rp2,3 juta perusahaan menjanjikan support agar tenaga kerja bisa mengundurkan diri, bernegosiasi, apalagi merekomendasikan pengacara jika pada perjalanannya timbul sengketa.

"Beberapa datang kepada kami setelah surat pengunduran diri disobek tiga kali dan para majikan tidak mengizinkan mereka berhenti," kata dia.

Meninggal akibat bekerja

Jepang sudah sejak lama jadi salah satu negara dengan gila kerja tertinggi. Jam kerja nan menyiksa, tekanan dari atasan, hingga rasa hormat nan kudu diberikan kepada perusahaan membikin pegawai semakin gila.

Lebih dari 370 perusahaan telah masuk daftar hitam sejak 2017 lalu. Stres di kalangan pekerja juga terbukti fatal, hingga memicu karohi alias kematian lantaran kerja berlebihan.

Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan menyebut 54 orang meninggal bumi lantaran kondisi otak dan jantung akibat tekanan pekerjaan.

(tst/DAL)

[Gambas:Video CNN]